Selasa, 04 Desember 2007

Poligami Dalam Syari’at ke 1

Poligami Dalam Syari’at ke 1


Perdebatan masalah poligami seolah menjadi masalah yang makin kontroversial di negeri ini, padahal di Arab Saudi dan negara arab lainnya hal ini bukanlah isu yang besar karena memang masalah itu sebenarnya sudah jelas ada dalam Al Qur’an dan diterangkan dalam hadits Nabi Muhammad Saw. Berikut penjelasan singkat tentang poligami.

Segi Sejarah

Poligami sudah ada dan menjadi bagian syariat para nabi dan rasul sebelum Nabi Muhammad Saw diutus. Hal ini dapat dilihat dari sejarah kehidupan para nabi dan rasul, diantaranya Nabi Ibrahim As, Nabi Musa As, Nabi Daud As, Nabi Sulaiman As dan lainnya yang melakukan poligami berdasarkan syariat yang mengijinkan mereka melakukan poligami. Ketika itu tidak ada pembatasan mengenai jumlah istri yang boleh dipoligami.

Segi Dalil

Al Qur’an sebagai kitab terakhir yang diturunkan kepada rasul terakhir, menyempurnakan kitab dan syariat yang diturunkan sebelumnya. Seperti halnya perintah sholat yang disempurnakan tata cara dan jumlah rakaatnya, maka terhadap masalah poligamipun juga disempurnakan, diantaranya mengenai pembatasan jumlah wanita yang boleh dipoligami. Hal ini disebutkan dalam Al Qur’an surat An Nisa ayat 3 :
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

Ketika ayat ini diturunkan, dikalangan masyarakat arab ketika itu sudah merupakan kelaziman memiliki istri lebih dari empat. Begitu turun ayat ini maka para sahabat Nabi Saw yang memiliki istri lebih dari empat, diperintah Nabi Saw menceraikan sebagian istri mereka agar tidak lebih dari empat. Berikut haditsnya :
“Ghailan bin Salamah Atstsaqafi beristrikan sepuluh orang tatkala ia masuk Islam. Oleh Rasulullah ia disuruh memilih empat dari sepuluh istri itu.” (Hadits diriwayatkan Imam Ahmad dari Ibnu Syihab)
Hadits lainnya :
Dari Alharits bin Qais bahwa Umairah Al Asadi bercerita :”Tatkala aku masuk Islam aku mempunyai delapan orang istri, ketika aku beritahukan hal itu kepada Rasulullah Saw, bersabdalah Beliau kepadaku memerintahkan “Pilihlah empat orang di antara mereka”.” (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Sedangkan terhadap diri pribadi Nabi Muhammad Saw berlaku ketentuan khusus, dimana istri Nabi Saw lebih dari empat dan tidak diceraikan oleh Nabi. Hal ini karena istri-istri Nabi Saw adalah ibu orang beriman yang tidak boleh dinikahi lagi ( QS Al Ahzab ayat 6 dan 53 )

Dari dalil diatas menunjukkan bolehnya berpoligami asal tidak lebih dari empat.

Penjelasan Hadits Aisyah R.a.

Diriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa Urwah bertanya kepadanya berkenaan dengan firman Allah : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya) …” (QS An Nisa ayat 3), Aisyah berkata, “Wahai anak saudaraku ! Anak perempuan yatim ini berada di bawah pemeliharaan walinya, yang mengurus harta miliknya. Walinya tertarik terhadap kecantikan dan kekayaannya dan berniat mengawininya tanpa memberinya mahar yang adil, yakni mahar yang setara dengan yang mungkin diberikan orang lain (yang ingin menikahinya). Maka setiap wali dilarang menikahi anak perempuan yatim kecuali mereka berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim yang berada dalam perwalian mereka dan memberi mereka mahar yang pantas. Mereka diperintahkan (Allah) untuk menikahi perempuan-perempuan lain dan bukan perempuan-perempuan yatim yang berada di bawah perwalian mereka…(HR Bukhori)

Dari hadits ini jelaslah bahwa QS An Nisa ayat 3 merupakan perintah Allah SWT agar melindungi hak perempuan-perempuan yatim, yakni hak untuk mendapatkan mahar yang pantas atau adil apabila hendak dinikahi oleh walinya.

Penjelasan dari Aisyah r.a tersebut adalah salah satu latar belakang turunnya QS An Nisa ayat 3, namun bukan berarti bahwa bolehnya berpoligami hanya berlaku untuk para wali dari perempuan- perempuan yatim karena pelaksanaan dari ayat ini (bolehnya berpoligami asal tidak lebih dari empat) ditujukan pula oleh Rasulullah Saw terhadap sahabat-sahabat beliau yang bukan wali dari perempuan-perempuan yatim sebagaimana telah diterangkan hadits di atas berkenaan dengan sahabat Ghailan dan Umairah.

Tidak ada komentar: